About
Arti Mimpi Bertemu
Mimpi yaitu pengalaman bawah sadar yang melibatkan emosi, perasaan, pikiran, pengelihatan, pendengaran, dan indra lainnya yang terjadi pada ketika kita sedang tidur. Setiap orang niscaya pernah bermimpi. Bagi sebagian orang, mimpi seringkali dianggap sebagai bunga tidur sehingga kadang diabaikan begitu saja. Namun bagi sebagian orang lainnya, mimpi dianggap sebagai pertanda, firasat, atau arahan akan datangnya suatu kejadian, sehingga mimpi harus ditafsirkan atau diartikan maknanya.
Pada peradaban kuno, mimpi selalu dikaitkan dengan dunia supranatural. Artinya, dewa-dewa dan roh jahatlah yang muncul dalam mimpi. Mimpi yang indah dan membahagiakan, diartikan sebagai kehadiran tuhan atau Tuhan, sedangkan mimpi jelek dianggap sebagai menunjukan kehadiran roh jahat atau setan pada ketika kita tidur.
Anggapan-anggapan mirip itu mulai bergeser ketika Aristoteles (384-322SM) mengemukakan pandangannya perihal mimpi. Menurut Aristoteles, mimpi merupakan acara mental ketika seseorang tidur. Saat tidur, indera tetap mampu menangkap rangsangan dari luar. Rangsangan itu kemudian diperbesar melalui mimpi. Contohnya, ketika seseorang kedinginan, maka ketika tertidur ia mampu saja bermimpi berada dilautan salju.
Mimpi yaitu pengalaman bawah sadar yang melibatkan emosi, perasaan, pikiran, pengelihatan, pendengaran, dan indra lainnya yang terjadi pada ketika kita sedang tidur. Setiap orang niscaya pernah bermimpi. Bagi sebagian orang, mimpi seringkali dianggap sebagai bunga tidur sehingga kadang diabaikan begitu saja. Namun bagi sebagian orang lainnya, mimpi dianggap sebagai pertanda, firasat, atau arahan akan datangnya suatu kejadian, sehingga mimpi harus ditafsirkan atau diartikan maknanya.
Pada peradaban kuno, mimpi selalu dikaitkan dengan dunia supranatural. Artinya, dewa-dewa dan roh jahatlah yang muncul dalam mimpi. Mimpi yang indah dan membahagiakan, diartikan sebagai kehadiran tuhan atau Tuhan, sedangkan mimpi jelek dianggap sebagai menunjukan kehadiran roh jahat atau setan pada ketika kita tidur.
Anggapan-anggapan mirip itu mulai bergeser ketika Aristoteles (384-322SM) mengemukakan pandangannya perihal mimpi. Menurut Aristoteles, mimpi merupakan acara mental ketika seseorang tidur. Saat tidur, indera tetap mampu menangkap rangsangan dari luar. Rangsangan itu kemudian diperbesar melalui mimpi. Contohnya, ketika seseorang kedinginan, maka ketika tertidur ia mampu saja bermimpi berada dilautan salju.